Bertempat di Mushola Perum BPI, pada hari Jum'at tanggal 13 April 2012 pukul 16.00 sampai dengan 17.30 dilangsungkan Pengajian Rutin Ibu-ibu se wilayah RW.08. Pada kesempatan kali ini Majelis Ta'lim Ibu-ibu Perum BPI diamanahi untuk menjadi tuan rumah. Dari jumlah jamaah yang hadir kurang lebih mencapai 90 orang lebih. Kegiatan pengajian tersebut diprogramkan akan dilaksanakan setiap 2 pekan sekali secara bergiliran di setiap RT se wilayah RW.08.
Bertindak selaku penceramah Bapak Heri Purwanto dengan tema 'MANUSIA YANG MERUGI'. Dijelaskan bahwa manusia yang merugi adalah manusia yang tidak mengindahkan apa yang menjadi larangan dan apa yang diperintahkan Allah SWT. Ancaman bagi orang yang lalai sangat jelas yakni neraka. Agar kita tidak termasuk orang yang merugi, senantiasa ikhtiar secara maksimal untuk melaksanakan ibadah dan meninggalkan laranganNya.
Bertindak selaku penceramah Bapak Heri Purwanto dengan tema 'MANUSIA YANG MERUGI'. Dijelaskan bahwa manusia yang merugi adalah manusia yang tidak mengindahkan apa yang menjadi larangan dan apa yang diperintahkan Allah SWT. Ancaman bagi orang yang lalai sangat jelas yakni neraka. Agar kita tidak termasuk orang yang merugi, senantiasa ikhtiar secara maksimal untuk melaksanakan ibadah dan meninggalkan laranganNya.
Jama'ah Majelis Ta'lim terdiri dari Ibu-ibu dan anak-anak
Materi :
Orang
yang Merugi
Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu’alaikum wr. wb.
Ibu-ibu muslimat yang dirahmati Allah subhanahu
wata’a’la.
Sungguh benar apa yang disabdakan oleh
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallamdalam
sebuah Hadits bahwa : Sabar yang sebenarnya adalah sabar
ketika saat terjadi musibah. Bila sabar itu dilakukan sebulan atau
beberapa bulan sesudah musibah terjadi, lalu sabar, itu bukan sabar yang
sesungguhnya. Sabar itu sangat berat ketika musibah itu terjadi. Kesabaran
sesudah sebulan musibah terjadi, itu mudah, semua orang bisa melakukannya.
Orang yang merugi.
Sebutan untuk orang-orang yang merugi,
dalam AlQur’an disebut sebagai : Al Khosirun atau Al Khosirin.
Bila satu orang yang merugi disebut Al Khosir.
Orang yang merugi adalah orang yang
menganiaya dirinya sendiri, lalu tidak mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah subhanahu
wata’ala. Demikian
itu berdasarkan Surat Al A’raaf ayat 23 :
Keduanya berkata: “Ya Tuhan
kami, kami telah kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.
Bila kita berdoa memohon kepada Allah subhanahu
wata’ala dengan
do’a-do’a dari AlQur’an, biasanya pada awal do’a diawali dengan dua macam
redaksi : “Allahumma” atau “Robbana/Robbi” .
Menurut para ‘ulama, kalimat seruan atau do’a
yang tingkatannya paling tinggi adalah yang diawali dengan kalimat “Robbi” atau
“Robbana”. Tingkatan dibawahnya adalah yang menggunakan kalimat
“Allahumma”. Maka do’a-do’a yang menggunakan kalimat “Robbana” atau
“Robbi” adalah do’a-do’a para Nabi. Misalnya Nabi Ibrahim a.s. berdoa
kepada Allah subhanahu wata’ala : “Robbi habli minashsholihin”(Tuhanku,
berikanlah kepada kami keturunan orang yang sholih). Lalu Allah kabulkan
do’anya, meskipun sudah berusia 80 tahun Nabi Ibrahim mempunyai anak bernamaIsmail, dari isterinya yang kedua yang bernama
Siti Hajar. Lalu 13 tahun kemudian lahir Ishaq dari isteri pertama yang
bernama Siti Sarah, yang ketika itu usia Nabi Ibrahim a.s. sudah 99 tahun.
Orang yang berdo’a dengan “Robbi” ,
menunjukkan orang tersebut bubungannya sangat dekat dengan Allah subhanahu
wata’ala. Artinya,
orang yang berdo’a dengan “Robbi” menunjukkan kedekatan antara hamba dengan
Allah subhanhu wata’ala.
Sedangkan bila seseorang berdo’a dengan
“Allahumma” menunjukkan bahwa orang yang berdo’a itu masih ada jarak
dengan Allah subhanahu wata’ala.
Maka wajarlah bahwa do’a-do’a Nabi dalam
AlQur’an menggunakan “Robbi” atau “Robbana”, karena orang yang paling dekat
dengan Allah subhanahu wata’ala adalah para Nabi dan Rasul-Nya.
Kembali kepada do’a tersebut diatas : Robbana
dzolamna anfusana wa illamtaghfirlana wa tarhamna lana kunanna minal khosirin (Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya
diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat
kepada kami, pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi).
Orang yang menganiaya dirinya
sendiri, kalau ia mendapatkan rahmat dan ampunan Allah subhanahu
wata’ala, maka ia akan beruntung. Tetapi bila tidak,
itulah yang disebut orang yang merugi. Yaitu orang yang tidak mendapat
ampunan dan rahmat Allah subhanahu wata’ala.
Do’a tersebut adalah do’a Nabi Adam ‘alaihissalam, seperti disebutkan dalam Surat
Al Baqarah ayat 37 ,
bahwa Nabi Adam a.s. mendapatkan bimbingan kalimat-kalimat do’a dari Allah subhanahu
wata’ala.
Surat Al Baqarah ayat 37 :
Kemudian Adam menerima beberapa
kalimat*] dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
*] Tentang beberapa kalimat (ajaran-ajaran)
dari Tuhan yang diterima oleh Adam sebahagian ahli tafsir mengartikannya dengan
kata-kata untuk bertaubat.
Termasuk do’a yang diajarkan Allah subhanahu
wata’ala kepada Nabi
Adam a.s. yaitu : Robbana dzolamna anfusana wa
illamtaghfirlana watarhamna lana kunanna minal khosirin,
seperti tersebut diatas.
Apa bentuk penganiayaan diri yang dilakukan
nabi Adam a.s. ? Yaitu beliau dan Siti Hawa ketika dalam surga
mendekati pohon larangan. Dalam AlQur’an disebutkan bahwa Allah subhanahu
wata’ala memerintahkan
(melarang) : “Janganlah kamu berdua mendekati pohon
ini”.
Bila kita pejalari AlQur’an, ternyata bila
mengenai suatu larangan, AlQur’an menyebut-kan dengan dua cara :
1. Dengan
menyebut langsung perkara yang dilarang. Misalnya larangan menimuman keras,
judi, disebutkan secara langsung perkara yang dilarangnya itu :”Jauhilah
judi dan minuman keras itu”.
2. Dengan
kalimat : “Jangan
mendekati”. Misalnya
: “Jangan mendekati pohonitu”. Atau di ayat yang lain : “Jangan
engkau mendekati zina”. Kalimat “Janganmendekati” biasanya perkara yang dilarang itu
sangat merangsang, sehingga orang mendekati saja sudah
dilarang, tidak boleh. Artinya bila “mendekati” saja orang sudah akan
terjatuh pada larangan itu, apalagi melakukannya. Dan perkara yang dilarangnya
itu tingkat rangsangannya lebih tinggi dibandingkan larangan yang lain.
Demikianlah Nabi Adam a.s. menganiaya
dirinya sendiri, beliau melanggar larangan Allah subhanahau
wata’ala, yaitu mendekati sebuah pohon yang dilarang untuk
mendekatinya. Dan karena itu suatu pelanggaran, maka beliau terusir dari
surga, diturunkan ke bumi bersama Siti Hawa, lalu beliau berdo’a kepada Allah subhanahu
wata’ala, mohon ampunan dan rahmat dari Allah subhanahu
wata’ala.
Penganiayaan diri bukan hanya dilakukan
oleh Nabi Adam a.s. tetapi segala bentuk pelanggaran terhadap larangan Allah subhanahu
wata’ala. Siapapun
orang, akan bisa terjatuh pada larangan Allah subhanahu wata’ala, bukan saja Nabi Adam a.s.
Misalnya orang mencuri, berjudi, minum minuman keras, berzina, korupsi, dll.
Dan aniaya atau kedzoliman yang paling besar adalah Syirk (Menyekutukan Allahsubhanahu wata’ala).
Sesungguhnya syirk adalah perbuatan aniaya yang
sangat besar.
Karena setiap orang bisa berbuat aniaya
(dzolim), dan agar ia tidak termasuk orang yang merugi, maka ia senantiasa
harus memohon kepada Allah subhanahu wata’alaagar diampuni
dan dirahmati. Maka hendaknya setiap saat do’a
Nabi Adam a.s. itu
kita amalkan (lakukan) karena bisa saja setiap hari kita menganiaya diri kita
tanpa kita sadari. Hendaknya kita selalu memohon ampun dan rahmat jkepada
Allahsubhanahu wata’ala :
“Robbana dzolamna anfusana wa
illamtaghfirlana wa tarhamna lana kunanna minal khosirin”. (Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri
kami, dan jika Engkau tidak mengampuni dan memberikan rahmat kepada kami,
nsicaya kami termasuk orang-orang yang merugi).
Oleh karena itu Allah subhanahu
wata’ala lebih
mendahulukan kasih-sayang-Nya dibandingkan adzab-Nya, supaya tidak
termasuk kepada golongan orang yang merugi, karena kita pasti pernah
meng-aniaya diri kita sendiri. Masalahnya Allahsubhanahu wata’ala tidak pernah memberitahukan
kepada kita, apakah doa kita dikabulkan atau tidak. Hendaknya kita
mawas-diri dan tidak boleh berputus-asa dan tidak berprasangka buruk kepada
Allah subhanahu wata’ala. Hiduplah dengan
harapan untuk mendapatkan ampunan dan kasih-sayang Allah subhanahu
wata’ala.
Selanjutnya, orang
yang merugi ialah
orang tidak mengingat kepada Allahsubhanahu wata’ala karena dilalaikan oleh harta
dan anak-anaknya.
Dasarnya : Surat
Al Munafiqun ayat 9 :
Hai orang-orang beriman,
janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.
Kalau kita perhatikan ayat tersebut, maka
terdapat hal-hal yang sangat penting :
Allah subhanahu wata’ala mendahulukan kata-kata “Harta dan
anak-anak” daripada kata “melalaikan”. Maka bila kita hendak memahami
ayat tersebut, sebenarnya kalimatnya adalah : “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah melalaikan kamu kepada Allah karena harta dan anak-anak”.
Artinya, sebenarnya yang membuat kita menjadi lupa kepada Allah subhanahu
wata’ala bukan hanya
harta dan anak-anak. Bisa juga karena yang lain.
Apa sebab Allah subhanahu
wata’ala dalam ayat
tersebut mendahulukan kata “harta” baru kemudian kata “anak-anak”?.
Karena yang bisa membuat manusia lalai kepada Allah subhanahu
wata’ala lebih banyak
karena perkara harta dibanding dengan perkara
anak. Bahkan
karena kepentingan harta, orang bisa mengalahkan kasih-sayangnya terhadap
anak-anaknya. Banyak kasus-kasus jual-beli bayi karena kepentingan harta
(karena ingin mendapatkan harta). Kasih-sayang terhadap anak bisa kalah karena
kebutuhan harta. Itulah sebabnya, Allah subhanahu wata’aladalam
ayat tersebut mendahulukan kata “harta” daripada kata “anak”. Karena yang
membuat manusia lalai mengingat Allah subhanahu wata’ala dari dua hal itu, hartalebih
banyak melalaikan dibandingkan anak.
Mengingat Allah subhanahu
wata’ala ada tiga
pengertian :
1. Ingat
Allah yang dimaksud adalah Sholat.
2. Ingat
Allah yang dimaksud adalah Dzikir,
3. Ingat
Allah yang dimaksud adalah Perintah dan larangan-Nya
Lihat Surat Al Ankabut ayat 45 :
Bacalah apa yang telah
diwahyukan kepadamu, yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Sholat adalah seutama-utama dzikir (ingat) kepada
Allah subhanahu wata’ala. Jadi ingat kepada Allah
yang pertama adalah Sholat. Banyak
orang yang menjadi lalai, tidak ingat akan kewajiban sholat karena dihalangi
oleh harta dan anak-anak. Banyak wanita yang karena alasan hamil lalu tidak
sholat. Itulah wanita yang merugi.
Tetapi banyak juga wanita-wanita hamil
tetap menjalankan kewajiban sholatnya. Banyak wanita-wanita yang dalam masa
menyusui anaknya, tetapi tetap melakukan sholat, selalu ingat kepada Allah subhanahun
wata’ala. Itulah wanita yang beruntung.
Urusan harta juga menjadikan orang lalai
kepada Allah subhanahau wata’ala, tidak
melakukan sholat. Ada juga yang melakukan sholat, tetapi dalam sholatnya
pikrannya melayang keman-mana, tidak khusyu’. Bahkan sedang sholatpun bisa
merancang macam-macam tentang urusan harta, urusan dunia.
Ada kisah di zaman Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam seorang
sahabat bernama Sa’ad. Ia hidup sangat miskin. Tetapi Sa’ad
ini bila sholat berjamaah bersama Rasulullah saw serta para sahabat yang lain
selalu di shof (barisan) kedua. Bilal belum Adzan, Sa’ad sudah berada di
masjid. Sa’ad ini sering mengeluh kepada Rasulullah saw tentang
kemiskinannya : “Ya Rasulullah, bagaimana agar saya bisa kaya ?”.
Rasulullah saw berkata : “Wahai Sa’ad,
insya Allah sewaktu-waktu nanti Allah akan mencukupkan kebutuhan hidupmu”.
Tidak lama kemudian datanglah malaikat
Jibril membawa uang dua Dirham, menyampaikan wahyu : “Wahai Muhammad, Allah
berfirman: Kami tahu kesedihanmu terhadap kemiskinan si Sa’ad. Berikanlah
uang dua Dirham ini kepadanya sebagai modal untuk ia berusaha”. Ketika
hendak sholat Dhuhur Rasulullah saw bertemu dengan Sa’ad, lalu bersabda :
“Wahai Sa’ad, bisakah kamu berdagang?”. Sa’ad menjawab : “Bisa, ya
Rasulullah, tetapi saya tidak punya modal”. Rasulullah saw : “Ini
ambillah dua Dirham
untuk modal usaha”.
Sa’ad lalu mengambil uang
dua Dirham itu
untuk modal usaha. Sedikit demi sedikit usaha dagangnya semakin maju.
Selama ini sebelum adzan berkumandang ia sudah ada di masjid, tetapi sekarang
sejak usahanya semakin maju, adzan sudah dikumandangkan, tetapi Saad belum
datang di masjid. Bahkan semakin maju usaha dagangnya ia semakin jarang
datang di masjid untuk sholat berjamaah.
Kemudian Rasulullah saw bersabda “ Wahai
Sa’ad, engkau telah dilalaikan oleh hartamu untuk mengingat Allah”. Sa’ad
menjawab : “Ya Rasulullah, saya harus bagaimana lagi, karena saya harus menjual
barang dagangan yang ada dan segera harus membeli barang lagi untuk
dijualnya. Saya tidak mungkin meninggalkan barang dagangan saya”.
Mendengar ucapan Sa’ad itu Rasulullah saw
menjadi bersedih hati. Lalu datanglah Jibril berkata kepada Rasulullah
saw : “Wahai Rasulullah, kami tahu akan kesedihanmu terhadap si Sa’ad.
Allah berfirman bertanya, keadaan Sa’ad yang bagaimana yang engkau
inginkan?”. Rasulullah saw menjawab : “Aku lebih menginginkan keadaan Sa’ad
yang dulu, ketika ia masih miskin”.
Maka Jibril menyarankan kepada Rasulullah
saw agar meminta kembali uang yang dua dirham yang pernah beliau berikan kepada
Sa’ad. Ketika bertemu dengan Sa’ad tidak lama kemudian, beliau berkata :
“Wahai Sa’ad, apakah kamu tidak mau mengembalikan uang dua Dirham yang pernah
aku berikan kepadamu dulu ?”. Sa’ad menjawab : “Ya Rasulullah,
perkenankan saya mengembalikan uang itu kepada engkau sebanyak lima-puluh
Dirham”.
Rasulullah saw menjawab :”Jangan ya Sa’ad,
berikanlah kepadaku yang dua Dirham saja”. Akhirnya uang yang
dua Dirham yang diberikan kepad Rasulullah saw.
Semenjak itu usaha dagang si Sa’ad mulai
suram dan semakin lama semakin surut, akhirnya bangkrut, ia kembali miskin
seperti semula.
Kisah tersebut memberikan pelajaran bagi
kita semua, bahwa harta bisa menyebabkan orang lalai untuk ingat kepada Allah subhanahu
wata’ala. Mengapa
Rasulullah saw hanya meminta kembali uang yang dua Dirham saja ? Padahal Sa’ad
akan memberikan limapuluh Dirham ? Karena uang yang dua Dirham itu yangdiberkahi Allah subhanahu
wata’ala.
Namun demikian ada juga orang yang miskin
tetapi kemiskinannya tidak membuat ia lupa sholat dan selalu berdzikir kepada
Allah subhanahu wata’ala, dan yang demikian itu
justru akan diberikan keuntungan yang besar oleh Allah subhanahu
wata’ala.
Ada kisah dua orang yang bersahabat dari
kalangan Bani Israil, yang seorang beriman kepada Allah subhanahu
wata’ala dan yang
seorang lagi kafir, penyembah berhala. Suatu hari kedua sahabat
karib ini pergi ke laut untuk mencari ikan. Si kafir sebelum menebarkan
jala di laut, ia menyembah berhala (tuhannya). Sesudah itu ia menebarkan
jala-nya ke laut. Tidak lama kemudian ia mendapatkan hasil
tangkapan, jalanya penuh dengan ikan. Sampai ia tidak kuat
mengangkat jala yang penuh ikan itu.
Lalu temannya yang beriman kepada Allah subhanahu
wata’ala menebarkan
jala-nya ke laut, dan tidak banyak ikan yang bisa ditangkapnya, hanya satu-dua
ekor saja. Tetapi ia tetap mengucapkan Alhamdulillahirobbil ‘alamin,
ia tetap bersyukur dan ridho atas ketetapan rezki Allah subhanahu
wata’ala pada
saat itu.
Yang menjadi masalah adalah isterinya di
rumah. Ketika sama-sama di rumahnya, isteri si kafir dandannya
lebih bagus dan indah dari pada isteri orang yang beriman. Isteri orang
yang kafir memanas-manasi hati isteri orang yang beriman : “Bilang kepada
suamimu, supaya ia menyembah sesembahan suamiku. Engkau akan memiliki kekayaan
seperti aku”.
Ketika suami yang beriman datang di
rumahnya, ia melihat sambutan isterinya lain dari biasanya. Maka suaminya
bertanya : “Wahai isteriku, ada apa dengan engkau, mengapa engkau berubah
sikap kepada aku?”. Isterinya menjawab dengan lantang :
“Wahai suamiku, mulai sekarang engkau pilih, engkau mau menyembah Tuhan temanmu,
atau engkau ceraikan aku ?”.
Suami yang beriman itu berkata : “Wahai
isteriku, takutlah engkau kepada Allah. Apakah engkau akan menjadi kafir
setelah engkau beriman ?”. Isterinya menjawab :”Sudahlah jangan banyak bicara,
pokoknya kalau engkau tidak bisa memberi kepadaku perhiasan dan pakaian
seperti isteri temanmu itu, lebih baik ceraikan aku!”.
Mendengar ancaman isterinya itu, suami yang
beriman itu takut juga. Lalu berkata : “Baiklah isteriku, mulai besok aku
akan bekerja keras dan aku akan bekerja setiap hari agar aku mendapatkan uang
dan memberikan uang itu kepadamu”. Mendengar jawaban demikian, isterinya
menjadi tenang kembali.
Esok hari suaminya mulai mencari pekerjaan,
tetapi seharian ia mencari pekerjaan tidak seorangpun yang memberi
pekerjaan. Orang itu lalu memutuskan untuk pergi ke pantai saja dan
disana ia akan beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.
Sampai dipantai ia lalu beribadah dan terus beribadah sampai sore hari.
Menjelang malam ia pulang, sampai di rumah isterinya bertanya : “Darimana
engkau?”. Suaminya menjawab: “Aku hari ini bekerja pada
seorang raja yang sangat kaya dan raja itu mensyaratkan agar saya bekerja saja
nanti beberapa hari baru upahnya akan dibayar”. Isterinya bertanya :
“Berapa upah yang akan diberikan raja kepadamu?”.
Suaminya menjawab : “Raja itu sangat kaya
dan demawan. Kekayaannya sangat banyak, tetapi ia minta kepadaku agar aku
bekerja selama tigapuluh hari, barulah raja itu akan memberikan upah kepadaku”.
Pada hari ke-29 isterinya memberikan
ultimatum : “Kalau besok hari kamu tidak memberikan uang kepada aku, ceraikan
aku”. Mendengar ultimatum isterinya itu, orang itu pusing
juga. Karena tinggal sehari lagi harus memberikan hasil
kerjanya. Pada hari ke-30 ia bertemu dengan seorang laki-laki Yahudi Bani
Israil, Yahudi itu berkata : “Wahai saudaraku, aku lihat engkau dalam
keadaan bingung, maukah engkau bekerja padaku hari ini?”. Orang
yang beriman itu akhirnya pada hari ke-30 tidak beribadah di pantai seperti
dilakukan setiap hari, tetapi bekerja pada Yahudi yang baru saja dikenalnya
itu.
Allah subhanahu wata’ala berfirman kepada malaikat : “Hai
malaikatku, ambillah uang 29 Dinar, dan letakkan pada baki yang terbuat dari
cahaya, datanglah engkau kepada isteri laki-laki yang beriman itu,
serahkan uang 29 Dinar itu kepadanya, katakan bahwa engkau adalah utusan raja
dimana suaminya bekerja selama 29 hari dan ini adalah upahnya. Aku tidak pernah
meninggalkan dia, tetapi dia sendiri yang meninggalkan Aku dan ia bekerja
kepada seorang Yahudi. Kalau ia meneruskan bekerja kepada Aku, niscaya
Aku akan menambahkan upah lebih banyak lagi untuk laki-laki itu”.
Maka datanglah malaikat ke rumah isteri
laki-laki yang beriman itu membawa baki (nampan) berisi uang 29 Dinar. Alangkah
senangnya isteri laki-laki yang beriman itu menerima uang Dinar yang
bertuliskan “Lailaha
illallah huwahdahu lasyarikalah”. Dan setiap satu Dinar ditukar
dengan uang Dirham mendapat seribu Dirham.
Ketika tidak lama kemudian laki-laki
beriman itu pulang sampai di rumahnya, isterinya masih bertanya pula :
“Darimana engkau ?. Laki-laki (suaminya) itu menjawab : “Aku bekerja pada
seorang Yahudi, dst” (Diceritakanlah apa yang baru saja ia kerjakan dengan
Yahudi). . Isterinya berkata : “Mengapa engkau tinggalkan pengabdianmu
kepada raja itu ?”. Lalu isterinya menceritakan bahwa baru saja ada
utusan raja memberikan upah sebanyak 29 Dinar sebagai upah kerja suaminya
selama 29 hari. Laki-laki itu langsung pingsan mendengar cerita
isterinya. Setelah siuman dari pingsannya, laki-laki itu langsung
meninggalkan isterinya, pergi ke gunung untuk beribadah kepada Allah subhanahu
wata’ala sampai
akhirnya ajal menjemputnya. Ia meninggal di gunung itu.
Apa pelajaran dari kisah tersebut ?
Pertama, orang beriman pasti akan diuji oleh Allah subhanahu
wata’ala. Maka orang
sering mengeluh : “Ya Allah, kurang apa saya ini, sholat sudah, ibadah sudah
dan yang lain-lain ibadah sudah saya kerjakan semua, tetapi rezki saya hanya
segini-segini saja ya Allah ?”. Itulah salah satu bentuk ujian dari
Allah subhanahu wata’ala.
Kedua, seorang isteri merupakan hiasan hidup bagi
suami, juga merupakan ujian bagi suami. Tetapi yang terbaik menurut
AlQur’an adalah : Seorang isteri yang beriman yang bisa menopang iman suaminya.
Nabi Muhammad shollalahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa ada
tiga simpanan yang
jauh lebih berharga daripada emas dan perak :
1. Lidah
yang selalu berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala,
2. Hati
yang senantiasa bersyukur,
3. Isteri
beriman yang menunjang (menopang) iman suaminya.
Sementara dalam kisah tersebut, si isteri
tidak menunjang keimanan suaminya, karena ia menganjurkan suaminya menyembah
berhala, hanya karena melihat perhiasan yang dipakai oleh tetangganya.
Orang-orang seperti itulah orang yang merugi.
Pengertian mengingat
Allah subhanahu wata’ala adalah mengingat Perintah
dan Larangan-Nya. Perintah
dan larangan Allah subhanahu wata’ala sangat banyak.
Banyak orang yang karena cinta dan rakus
terhadap harta, lalu tidak ingat kepada Larangan Allah subhanahu
wata’ala. Misalnya orang yang korupsi. Orang
tidak ingat bahwa korupsi adalah dilarang Allah subhanahu
wata’ala. Ia korupsi karena sangat rakus terhadap
harta. Harta membuatnya lalai dari mengingat Larangan Allahsubhanahu wata’ala.
Terakhir, bahwa orang yang merugi adalah
orang yang tidak pandai memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Lihat Surat
Al ‘Ashr.
Mudah-mudahan kita tidak menjadi orang yang
merugi karena tidak pandai menggunakan waktu. Dan penyesalan datang kemudian.
Semoga Allah meridhoi kita semua.
Sekian bahasan untuk kali ini, sebelum
diakhiri marilah kita berdo’a untuk keluarga Ibu Pardi, yaitu cucu beliau Anisa
Ramasa Azizah yang sedang sakit demam berdarah, mudah-mudahan Allah
angkat penyakitnya, amin ya Robbal ‘alamin.
Wassalamu 'alaikum wr. wb.
Posted on April 1, 2010 by attaqwakemanggisan/Rusli Amin, MA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar