Pages

 

Minggu, 21 Juli 2013

MUHASABAH "GAMBARAN TENTANG NERAKA"



Pada tulisan kali ini, mencoba untuk menjelaskan gambaran tentang neraka, cirri dan kesengsaraan bagi ahli neraka. Sumber sebagai rujukan tulisan ini, sebagian besar diambil dari buku ‘Huru Hara Hari Kiamat’ (edisi Indonesia) karya Ibnu Katsir terbitan Al Kautsar Jakarta, dan beberapa diringkas dari rujukan kumpulan hadits Qudsi dan buku lainnya. Dan seperti tulisan terdahulu, bahwa ini merupakan ringkasan saja sehingga sumber ayat atau hadits terkadang ditulis dan ada juga tidak.

Adapun gambar tentang neraka tersebut dapat terurai sebagai berikut :


1.Nama-nama Pintu Neraka

Nama-nama pintu neraka ini ada tujuh yang sekaligus sebagai nama dari neraka, QS. 15 (al Hijr) : 43-44, yang artinya : “Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya. Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka” .

Neraka yang berada di tingkat paling bawah dan paling panas dihuni oleh kaum munafiq. QS.4 (an Nisa’) : 145, “Sesungguhnya orang-orang munafiq itu ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah neraka”  

Hawiyah Neraka yang diperuntukkan atas orang-orang yang ringan timbangan amalnya, yaitu mereka yang selama hidup didunia mengerjakan kebaikan bercampur dengan keburukan. Orang muslim laki dan perempuan yang tidak tanduknya tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, seperti para wanita muslim yang tidak menggunakan jilbab, bagi para lelaki muslim yang sering memakai sutra dan emas, mencari rejeki dengan cara tidak halal, memakan riba dan sebagainya, Hawiyah adalah sebagai tempat tinggalnya (Surah Al-Qari’ah).

Jahiim Neraka sebagai tempat penyiksaan orang-orang musyrik atau orang yang menyekutukan Allah. Mereka akan disiksa oleh para sesembahan mereka. Dalam ajaran Islam syirik adalah sebagai salah satu dosa paling besar menurut Allah, karena syirik berarti menganggap bahwa ada makhluk yang lebih hebat dan berkuasa sehebat Allah dan bisa pula menganggap bahwa ada Tuhan selain Allah. (Surah Asy-Syu’ara’ dan Surah As-Saffat).

Saqar Neraka untuk orang munafik, yaitu orang yang mendustakan perintah Allah dan rasul. Mereka mengetahui bahwa Allah sudah menentukan hukum Islam melalui lisan Muhammad, tetapi mereka meremehkan syariat Islam. Neraka Saqar ini ini merupakan dasarnya neraka, karena orang-orang munafik ditempatkan oleh Allah di dasar neraka.  (Surah Al-Muddassir).

Lazhaa Neraka yang disediakan untuk orang yang suka mengumpulkan harta, serakah dan menghina orang miskin. Bagi mereka yang tidak mau bersedekah, membayar zakat, atau bahkan memasang muka masam apabila ada orang miskin datang meminta bantuan (Surah Al-Ma’arij).

Huthamah Neraka yang disediakan untuk orang yang gemar mengumpulkan harta berupa emas, perak atau platina, mereka yang serakah tidak mau mengeluarkan zakat harta dan menghina orang miskin. Di neraka ini harta yang mereka kumpulkan akan dibawa dan dibakar untuk diminumkan sebagai siksaan kepada manusia pengumpul harta (Surah Al-Humazah).

Sa’iir Neraka yang diisi oleh orang-orang kafir dan orang yang memakan harta anak yatim (Surah Al-Ahzab, Surah An-Nisa’, Surah Al-Fath dan Surah Luqman).

Wail Neraka yang disediakan untuk para pengusaha atau pedagang yang licik, dengan cara mengurangi berat timbangan, mencalokan barang dagangan untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat. Barang dagangan mereka akan dibakar dan dimasukkan kedalam perut mereka sebagai azab dosa-dosa mereka (Surah Al-Tatfif dan Surah At-Tur).


2.Para Penjaga-penjaga Neraka

Para penjaga neraka ini adalah para Malaikat yang berwajah menakutkan dan kejam terhadap para penghuni neraka, hal ini dapat dilihat dari bentuk penyiksaan yang dilakukan mereka. Di neraka ada dua kelompok malaikat, yaitu Malaikat Malik sebagai penjaga pintu-pintu neraka dan yang menyeret para calon ahli neraka untuk dimasukkan ke dalamnya, dan Malaikat Zabaniyah sebagai eksekutor ahli neraka yang sudah berada di dalam neraka.

QS. 66 (at Tahrim) : 6,  “…penjaganya (adalah) malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkannya”. Dan QS.96 (Al Alaq) ayat 18 : “kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah (untuk menyiksa mereka karena kekufuran mereka ketika di dunia)”.


3.Kedalaman dan Luasnya Neraka

Kedalaman dari neraka ini dapat dijelaskan dengan sebuah hadits dan ilustrasi hitungan relatif manusia dengan keterangan hadits dari Rasulullah SAW, yaitu : Abu Hurairah ra berkata : ”Tatkala kami bersama Rasulullah saw kami mendengar sesuatu yang jatuh. Beliau bersabda : ”Tahukah engkau apakah itu?” Kami berkata : ”Allah dan RasulNya lebih tahu”. Beliau bersabda, ”Itu adalah sebuah batu yang dilempar ke neraka 70 tahun yang lalu dan baru sampai di dasar neraka saat ini” (HR.Muslim). Dari keterangan tersebut maka dapat kita ilustrasikan melalui hitungan relatif kita dengan hitungan sebagai berikut :

Kedalaman Neraka berdasarkan hadits :

= 70 x 365 x 50.000*) x 24 x 60 x 60 x 300.000**)
= 33.112.800.000.000.000.000 km
= 3,31128 E+19 km

Bandingkan 1,1 E+23 km (lebar alam semesta)
Ket :   *)1 hari akhirat = 50.000 tahun dunia (QS.70:4).
**)
dengan kec. relatif cahaya 3 E+5 km.det-1.

Dari hitungan relatif manusia tadi sulit dibayangkan berapa luas neraka tersebut, mustahil bentuknya memanjang seperti sumur. Tetapi untuk membayangkan keadaan luasnya neraka ada beberapa keterangan dari Rasulullah SAW berkenaan dengan besarnya tungkunya neraka, yaitu : Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, Nabi saw bersabda : “Pada hari kiamat nanti tungku neraka akan ditarik dengan tujuh puluh ribu tali, masing-masing tali dipegang oleh tujuh puluh ribu malaikat” (HR.Muslim). Gambaran besarnya malaikat ketika Rasulullah SAW melihat wajah Jibril as dalam wujud aslinya adalah memenuhi ufuk sejauh mata memandang.


4.Rakusnya Neraka

Bagaimana keadaan rakusnya neraka terhadap penghuni neraka adalah ia tidak pernah puas akan seberapa banyak penghuni neraka yang dilempar ke dalamnya, dan selalu minta lagi. Hal ini digambarkan dari ayat Allah dan sebuah hadits Rasulullah SAW, yaitu : QS. 50 (Qaaf) : 30 yang artinya : “(dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada Jahannam :”Apakah kamu sudah penuh?”. Dia menjawab :”Masih adakah tambahan?”.  Dan dari Abu Hurairah ra bahwa Anas ra menerangkan bahwa Nabi saw bersabda : “Orang-orang akan terus dilempar ke dalam neraka, dan ia akan bertanya:”Adakah yang lain lagi?” sampai Tuhan Yang Maha Agung meletakkan kaki-Nya di dalam neraka, dan bagian-bagiannya akan saling mendekati satu sama lainnya sehingga ia berkata : ”Cukup, cukup, demi akan kemuliaanMu” (HR.Bukhari-Muslim).  Juga berarti neraka tersebut memiliki sifat meluas seberapapun banyak penghuni neraka yang dilemparkan ke dalamnya.


5.Bahan bakar api Neraka

QS. 66 (at Tahrim) : 6, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”.
QS. 2 (al Baqarah) : 24, yang artinya : “Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir”.
QS. 21 (al Anbiya’) : 98-99, yang artinya : “Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya…”.


6.Suasana dan Keadaan di dalam Neraka

Ketika dijelaskan bahwa tungku neraka luar biasa besarnya, kokohnya pintu yang tertutup, tidak tembusnya cahaya dari luar (karena dijelaskan juga bahwa proses Allah menyiapkan api neraka adalah hingga berwarna gelap), dan penuhnya penghuni yang ada di dalamnya, dapat dibayangkan, luar biasa menyiksannya. Ketika kita di dunia saja berada di dalam ruangan yang tertutup kemudian asap pembakaran sampah yang masuk, kita sudah tersiksa, apalagi di neraka. Gambaran ini juga dapat kita lihat dari keterangan Allah jelaskan melalui ayatNya, yaitu QS. Al Waqiah ayat 41-44, udaranya sangat panas membakar (as Summum), airnya sangat panas mengelegak (al Hamim), dan naungannya sangat menyesakan, penuh asap belerang (al Yahmuum). Ditambah lagi dengan karakteristik neraka itu sendiri yaitu tidak pernah padam (QS.17:97), tidak berkurang panasnya melainkan bertambah (QS.78:30), dan tidak diringankan dan bertambah putus asa bagi penghuninya (QS.43:75) karena kebengisan dari para malaikat penyiksa ahli neraka yang tidak memiliki belas kasihan.


7.Makanan, minuman dan cara makan dan minum ahli neraka

Di neraka, para penghuni neraka diberikan fasilitas makan dan minum yang sangat-sangat-sangat bertolak belakang dengan apa yang didapat para ahli syurga. Mereka diberi makanan dan minuman bukan untuk mengurangi rasa siksaan yang mereka terima melainkan menambah beban dan rasa perihnya siksaan serta keputus asaan para penghuni neraka. Dari keterangan yang ada berikut contoh makanan, minuman dan cara mereka meminum dan memakan hidangan neraka.
Makanan ahli neraka :

Al Dhari’, QS. 88 (Al Ghasyiyah) : 6-7, yaitu berupa pohon berduri dengan sifat tidak menggemukkan dan tidak menghilangkan lapar, bahkan sifatnya merusak semua saluran pencernaan mulai dari mulut hingga lubang pengeluaran mereka. Al Zaqqum,  QS.44(ad Dukhan) : 43-46, 56(al Waqiah) : 51-56, yaitu berasal kotoran minyak yang mendidih dan bau dengan sifat menjijikan (seperti kepala setan), bau busuk, selalu menyumbat kerongkongan.
Hadits :”Bila setetes dari Zaqqum jatuh ke bumi, maka seluruh penduduk bumi dan alat pencernaannya akan hancur. Jadi bagaimana halnya dengan orang-orang yang harus memakannya” (HR.Tirmidzi).
Daging busuk dan bangkai, bagi para pezina. (Hadits).

Minuman ahli neraka :

Al Hamim, yaitu air yang mendidih yang memuncak panasnya dan selalu bertambah panasnya. (QS.55:44,47:15,88:5). Al Ghassaq, yaitu air yang sangat dingin yang membeku dinginnya dan selalu bertambah dinginnya. (QS.38:57).

Sifat keduanya memotong dan menghancurkan alat pencernaan

Al Ghislin, yaitu air nanah dan darah yang mendidih yang berasal dari kemaluan para wanita pezina dan selalu bertambah sifat jijiknya.(QS.69:35-37). Shaddid, yaitu air nanah dari kulit orang kafir dan selalu bertambah sifat jijiknya. (QS.14:16-17) Khabal, yaitu keringat para penghuni neraka berupa cairan bercampur darah dan nanah mereka serta selalu bertambah sifat jijik, bau dan panasnya. (HR.Muslim). Al Muhl, yaitu minyak yang mendidih. (HR.Ahmad dan Tirmidzi). Api Neraka dan Arang Neraka, yaitu hasil residu dari bahan neraka yang berasal dari batu, manusia, jin, syetan, sesembahan para kaum musyrikin. ( QS.4:10,2:174).

Cara minum dan makannya para ahli neraka :

Benar-benar memakan secara paksa (QS.37:66-68)
Benar-benar meminum seperti onta yang sedang minum dan sedang kehausan (QS.56:55-56)
Dipaksakan untuk meminum, dalam hadits dijelaskan dipaksa oleh para malaikat dengan cara disiramkan langsung ke mulut para ahli neraka sambil dibentak dan diejek akibat kebangkangan mereka ketika hidup di dunia.


8.Pakaian para penghuni neraka

Api (QS.22:19) dengan siraman air yang mendidih di kepalanya.
Pelangkin/Ter/Aspal yang sedang mendidih. (QS.14:49-50).
Topi dari tembaga yang mencair bagi yang tidak sujud kepada Allah dan orang-orang yang sombong. (QS.14:49-50, Hadits HR.Muslim).
Sandal dari api neraka, seperti siksaan untuk Abi Thalib, paman Nabi SAW. (HR.Muslim).
Alas (tikar)nya dari api neraka (QS.7:41)


9.Kondisi para penghuni neraka

Kondisi para penghuni neraka dibagi dua, yaitu yang kekal di dalamnya selamanya dan yang diberi ampunan setelah mendapat siksaan bagi orang muslim yang fasik tetapi masih ada keimanan di dalam hati mereka (bukan dosa syirik). Bentuk siksaan mereka kadarnya sama hanya berbeda waktunya, yang hanya Allah Maha Tahu dan Maha Menentukan Waktunya. Keadaan para penghuni neraka digambarkan dalam kondisi tidak mati dan tidak hidup (Laa yamutu fiha walaa yahya, QS.Al A’la (87) ayat 12 – 13), artinya berada seperti orang yang menghadapi saat sakaratul maut secara berulang-ulang, dan dalam bentuk tubuh yang tidak utuh layaknya kondisi normal.


10.Bentuk siksaan para penghuni neraka

Bentuk siksaan yang ditimpakan kepada para penghuni neraka adalah kondisi neraka yang menambah pedihnya siksaan, siksaan fisik dengan berbagai siksaan dan menggunakan alat siksaan yang dilakukan oleh para malaikat zabaniyah, siksaan berupa makanan dan minuman yang dihidangkan secara paksa, ejekan para malaikat penjaga dan penyiksa di neraka, serta ejekan dari para penghuni syurga sambil pamer kenikmatan yang telah dianugerahkan kepada mereka (QS. Al Muthaffifin ayat 34-36).

Allahumma inni a’udzubika min ‘adzabil qabri wa min ‘adzabi jahanam….
(GoesPrie, 20 – 1 – 12).
»»»»  monggo DIPIRSANI.....

Senin, 08 Juli 2013

Panduan Amaliyah Ramadhan 1434H

Bagi umat Islam, Ramadhan bukan sekedar salah satu nama bulan Qomariyah, tapi dia memiliki makna tersendiri. Ramadhan bagi seorang muslim adalah rihlah dari kehidupan materialistis kepada kehidupan ruhiyah, dari kehidupan yang penuh dengan berbagai masalah keduniaan menuju kehidupan yang penuh tazkiyatus nafs (pembersihan jiwa) dan riyadhotur ruhiyah (olah rohani). Kehidupan yang penuh dengan amal taqarrub kepada Allah, mulai dari tilawah Al-Quran, menahan syahwat dengan shiyam, sujud dalam qiyamul lail, ber’itikaf di masjid, dan lain-lain. Semua ini dalam rangka merealisasikan inti ajaran dan hikmah puasa Ramadhan, yaitu agar kalian menjadi orang yang bertaqwa.
Allah Swt berfirman: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (QS Al-Baqarah:183).
            Ramadhan juga merupakan bulan latihan bagi peningkatan kualitas pribadi seorang muslim. Hal itu terlihat pada esensi puasa yakni agar manusia selalu dapat meningkatkan nilainya di hadapan Allah SWT dengan bertaqwa, disamping melaksanakan amaliyah-amaliyah positif yang ada pada bulan Ramadhan. Di antara amaliyah-amaliyah Ramadhan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw – baik itu amaliyah ibadah maupun amaliyah ijtima’iyah – adalah sebagai berikut:

1.       Shiyam (puasa)
Amaliyah terpenting pada bulan Ramadhan tentu saja adalah shiyam (puasa), sebagaimana termaktub dalam firman Allah pada QS 2: 183-187. Di antara amaliyah shiyam Ramadhan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. adalah:

a.      Berwawasan yang benar tentang puasa dengan mengetahui dan menjaga rambu-rambunya.
Puasa bukanlah sekedar tidak makan dan tidak minum, tapi ada rambu-tambu kehidupan yang harus ditaati sehingga puasa itu menjadi sarana tarbiyyah (pendidikan) menuju kehidupan yang bertaqwa kepada Allah Swt. Puasa seperti inilah yang bisa menghapus dosa seorang muslim, Rasulullah Saw bersabda:
Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengetahui rambu-rambunya dan memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan, maka hal itu akan menjadi pelebur dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi).

b. Tidak meninggalkan shiyam, walaupun sehari, dengan sengaja tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat Islam.
Puasa Ramadhan merupakan ibadah yang mesti ditunaikan, tanpa uzur syar’I (halangan yang bisa dibenarkan menurut syari’at), maka seorang muslim tidak boleh meninggalkan puasa. Ini merupakan dosa yang sangat besar sehingga tidak bisa ditebus meskipun seseorang berpuasa sepanjang masa,   Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa tidak puasa pada bulan Ramadhan sekalipun sehari tanpa alasan rukhshoh atau sakit, hal itu (merupakan dosa besar) yang tidak bisa ditebus bahkan seandainya ia berpuasa selama hidup” (HR.At-Turmudzi).

c.Menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai shiyam.
Puasa merupakan pendidikan untuk menahan diri dari hal-hal yang tidak benar, bila hal itu tidak bisa ditinggalkan, maka tidak ada nilai atau paling tidak berkurang nilai ibadah seseorang, Rasulullah Saw. pernah bersabda:
“Bukanlah (hakikat) shiyam itu sekedar meninggalkan makan dan minum, melainkan meninggalkan pekerti sia-sia (tak ternilai) dan kata-kata bohong” (HR.Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah).
Rasulullah Saw. juga pernah bersabda bahwa, “Barangsiapa yang selama berpuasa tidak juga meninggalkan kata-kata bohong bahkan mempraktekkannya, maka tidak ada nilainya bagi Allah apa yang ia sangkakan sebagai puasa, yaitu sekedar meninggalkan makan dan minum” (HR.Bukhori dan Muslim).

d.   Bersungguh-sungguh melakukan shiyam dengan menepati aturan-aturannya.
Ibadah puasa merupakan ibadah yang harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan sehingga apa yang menjadi ketentuannya bila dipatuhi,  Rasulullah Saw. bersabda:
”Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan sepenuh iman dan kesungguhan, maka akan diampunkanlah dosa-dosa yang pernah dilakukan” (HR. Bukhori, Muslim dan Abu Daud).

e.Bersahur.
Bagi orang yang hendak berpuasa, disunnahkan untuk makan sahur pada saat sebelum tiba waktu subuh (fajar), sahur merupakan makanan yang berkah (Al-ghoda’ al-mubarok). Dalam hal ini Rasulullah pernah bersabda bahwa:
”Makanan sahur semuanya bernilai berkah, maka jangan Anda tinggalkan, sekalipun hanya dengan seteguk air. Allah dan para Malaikat mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur” (HR. Ahmad).

f. Ifthor.
Ketika waktu maghrib telah tiba, yakni saat matahari telah terbenam, maka saat itulah waktu berbuka sehingga sangat ditekankan kepada orang yang berpuasa untuk segera berbuka puasa. Rasulullah pernah menyampaikan bahwa salah satu indikasi kebaikan umat manakala mereka mengikuti sunnah dengan mendahulukan ifthor dan mengakhirkan sahur. Sabda Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya termasuk hamba Allah yang paling dicintai oleh-Nya ialah mereka yang bersegera berbuka puasa” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Bahkan beliau mendahulukan ifthor walaupun hanya dengan ruthob (kurma mengkal), atau tamr (kurma) atau air saja (HR. Abu Daud dan Ahmad).

g.   Berdoa.
Sesudah menyelesaikan ibadah puasa dengan berifthor, Rasulullah Saw. sebagaimana yang beliau lakukan sesudah menyelesaikan suatu ibadah, dan sebagai wujud syukur kepada Allah, beliau membaca do’a sebagai berikut:

عن انس قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : بسم الله اللهم لك صمت وعلى
 رزقك أفطر ت. وزاد ابن عباس وقال : فتقبل مني إنك انت السميع العليم. وعن ابن عمر
 قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا افطر قال : ذهب الظمأ وابتلـت العروق وثبت
 الاجر إنشاء الله

Rasulullah bahkan mensyariatkan agar orang-orang yang berpuasa banyak memanjatkan do’a, sebab do’a mereka akan dikabulkan oleh Allah. Dalam hal ini beliau pernah bersabda bahwa,
“Ada tiga kelompok manusia yang do’anya tidak ditolak oleh Allah. Yang pertama ialah do’a orang-orang yang berpuasa sehingga mereka berbuka” (HR.Ahmad dan Turmudzi).

2.      Tilawah (membaca) Al-Quran
Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Quran (QS 2: 185). Pada bulan ini malaikat Jibril pernah turun dan menderas Al-Quran dengan Rasulullah Saw. (HR. Bukhari). Maka tidak aneh jika Rasulullah Saw. lebih sering membacanya pada bulan Ramadhan.
Iman Az-Zuhri pernah berkata, ”Apabila datang Ramadhan maka kegiatan utama kita (selain shiyam) ialah membaca Al-Quran”. Hal ini tentu saja dilakukan dengan tetap memperhatikan tajwid dan esensi dasar diturunkannya Al-Quran untuk ditadabburi, dipahami, dan diamalkan (QS Shod: 29).

3.      Ith’am Ath-Tho’am (memberikan makanan dan shadaqah lainnya)
Salah satu amaliyah Ramadhan Rasulullah ialah memberikan ifthor (santapan berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa. Seperti sabda beliau: “Barangsiapa yang memberi ifthor kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut” (HR. Turmudzi dan An-Nasa’I).
Memberikan makan dan sedekah selama bulan Ramadhan ini bukan hanya untuk keperluan ifthor melainkan juga untuk segala kebajikan. Rasulullah yang dikenal dermawan dan penuh peduli terhadap nasib umat, pada bulan Ramadhan kedermawanannya dan keperduliannya tampil lebih menonjol, kesigapan beliau dalam hal ini bahkan dimisalkan sebagai ‘lebih cepat dari angin” (HR.Bukhori).

4.      Memperhatikan Kesehatan
Shaum termasuk kategori ibadah mahdhah (murni). Sekalipun semikian agar nilai maksimal ibadah puasa dapat diraih, Rasulullah justru mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :
a.   Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
b.  Berobat seperti dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
c.   Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan Rasulullah SAW kepada sahabat Abdullah ibnu Mas’ud RA, agar memulai puasa dengan penampilan baik dan tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. Al-Haitsami).

5.      Memperhatikan Harmoni Keluarga
Sekalipun puasa adalah ibadah yang khusus diperuntukkan kepada Allah, yang memang juga mempunyai nilai khusus di hadapan Allah, tetapi agar hal tersebut di atas dapat terealisir dengan lebih baik, maka Rasulullah justru mensyari’atkan agar selama berpuasa umat tidak mengabaikan harmoni dan hak-hak keluarga. Seperti yang diriwayatkan oleh istri-istri beliau, Aisyah dan Ummu Salamah RA, Rasulullah adalah tokoh yang paling baik untuk keluarga, dimana selama bulan Ramadhan tetap selalu memenuhi hak-hak keluarga beliau. Bahkan ketika Rasulullah berada dalam puncak praktek ibadah shaum yakni I’tikaf, harmoni itu tetap terjaga.

6.      Memperhatikan Aktivitas Da’wah dan Sosial
Kontradiksi dengan kesan dan perilaku umum tentang berpuasa, Rasulullah SAW justru menjadikan bulan puasa sebagai bulan penuh amaliyah dan aktivitas positif. Selain yang telah tergambar seperti tersebut di muka, beliau juga aktif melakukan da’wah, kegiatan sosial, perjalanan jauh dan jihad. Dalam sembilan kali Ramadhan yang pernah beliau alami, beliau misalnya melakukan perjalanan ke Badr (th. 2 H), Mekkah (th. 8 H) dan ke Tabuk (th.9H), mengirimkan 6 sariyah (pasukan jihad yang tidak secara langsung beliau ikuti/pimpin), melaksanakan pernikahan putrinya (Fathimah) dengan Ali RA, menikahi Hafsah dan Zainab RA, meruntuhkan berhala-berhala Arab seperti Lata, Manat dan Suwa’, meruntuhkan masjid Adh-Dhiror, dll.

7.      Qiyam Ramadhan (Shalat Terawih)
Diantara kegiatan ibadah Rasulullah selama bulan Ramadhan ialah ibadah qiyam al-lail (shalat Terawih) yang dilakukan bersama dengan para sahabat. Disaat Rasulullah khawatir akan diwajibkannya sholat tarawih secara berjamaah, akhirnya beliau tidak melakukannya sepanjang ramadhan (HR.Bukhari dan Muslim). Pada saat Rasulullah SAW sholat tarawih berjamaah bersama sahabat, banyak riwayat menyebutkan bahwa beliau sholat 11 rakaat dengan bacaan-bacaan yang panjang (HR.Bukhari dan Muslim). Tetapi disaat kekhawatiran akan diwajibkannya sholat tarawih tidak ada lagi, kita dapati riwayat-riwayat lain, juga dari Umar bin Khattab menyebutkan jumlah rakaat sholat tarawih adalah 21 atau 23 rakaat (HR.Abdur Rozzaq dan Baihaqi).
Menyikapi perbedaan rakaat ini, mari kita simak paparan salah seorang tokoh dibidang ilmu hadits, Ibnu Hajar al Asqolani as Syafi’I, beliau mengatakan : Beberapa riwayat yang sampai kepada kita tentang jumlah raka’at sholat tarawih menyiratkan ragam sholat sesuai dengan keadaan dan kemampuan masing-masing. Kadang ia mampu melaksanakan sholat 11 rakaat, kadang 21 dan terkadang 23 rakaat, tergantung semangat dan antusiasmenya masing-masing. Dahulu mereka sholat 11 rakaat dengan bacaan yang panjang sehingga mereka bertelekan dengan tongkat penyangga, sedangkan mereka yang sholat 21 atau 23 raka’at, mereka membaca bacaan-bacaan yang pendek dengan tetap memperhatikan masalah thuma’ninah, sehingga tidak membuat mereka sulit.

8.    I’tikaf
Di antara amaliyah sunnah yang selalu dilakukan Rasulullah pada bulan ramadhan adalah I’tikaf, yakni berdiam diri di masjid dengan niat  beribadah kepada Allah. Abu Sa’id al Khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah melakukan I’tikaf pada awal ramadhan, pertengahan dan paling sering pada 10 hari terakhir bulan ramadhan. Ibadah yang penting ini sering dianggap berat oleh kaum muslimim, sehingga banyak yang tidak melakukannya.
Tidak aneh kalau Imam az-Zuhri berkomentar, “Aneh benar keadaan orang Islam, mereka meninggalkan I’tikaf, padahal Rasulullah tidak pernah meninggalkannya sejak beliau datang ke Madinah sampai beliau wafat.”

9.      Lailatul Qadar
Selama bulan ramadhan terdapat satu malam yang sangat berkah, yang populer dengan sebutan lailatul qadar, malam yang lebih berharga dari seribu bulan (QS Al Qodr:1-5). Rasulullah tidak pernah melewatkan bulan ramadhan untuk meraih lailatul qodr terutama pada malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir bulan ramadhan (HR.Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang sholat pada malam lailatil qodr berdasarkan iman  dan ihtissab, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu” (HR.Bukhari dan Muslim).
Ketika kita mendapatkannya, Rasulullah Saw.mengajarkan kita untuk membaca doa berikut:
اللهم إنك عفو تحب العفو فا عف عنى

10.   Umrah
Umrah pada bulan ramdhan juga sangat baik dilaksanakan, karena akan mendapatkan pahala yang berlipat-lipat, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Rasulullah kepada seorang wanita dari Anshor yang bernama Ummu Sinan,
“Agar apabila datang bulan Ramadhan, hendaklah ia melakukan umrah, karena nilainya setara dengan haji bersama Rasulullah Saw”(HR.Bukhari dan Muslim).

11.   Zakat Fithrah
Zakat Fithrah dibayar pada hari-hari terakhir ramadhan. Ia merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh komponen umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak. (HR.Bukhari dan Muslim).
Zakat fithrah ini dibayarkan dengan tujuan untuk menyucikan orang yang melaksanakan puasa dan untuk membantu kaum fakir miskin. (HR.Abu Dawud dan Ibnu Majah).

12.    Ramadhan bulan taubat menuju fithrah
Selama sebulan penuh, umat Islam berlomba kembali kepada Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengampun. Allah mengatakan bahwa Dia setiap malam bulan ramadhan membebaskan banyak hamba-Nya dari api neraka (HR.Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Oleh sebab itu, ramadhan adalah kesempatan emas agar ketika mereka selesai melaksanakan ibadah puasa, mereka benar-benar kembali kepada fithrahnya.


PANDUAN QIYAM RAMADHAN DAN SHALAT TARAWIH

Qiyam Ramadhan dan Sholat Tarawih adalah salah satu ibadah yang dianjurkan Rasulullah SAW, tetapi terkadang pelaksanaannya dapat mengganggu ukhuwwah Islamiyah, karena terdapat perbedaan pada beberapa hal. Oleh karena itu kami membuat panduan ini agar umat Islam dapat memahami berbagai perbedaan tersebut dan tidak terjadi perselisihan yang dapat merusak Ukhuwwah Islamiyyah.

1.       Anjuran Melaksanakan Qiyam dan Tarawih di Bulan Ramadhan.
Merupakan anjuran Nabi SAW menghidupkan malam ramadhan dengan memperbanyak sholat. Hal itu dapat terpenuhi dengan mendirikan Tarawih disepanjang malam ramadhan. Fakta adanya pemberlakuan sholat Tarawih secara turun temurun sejak Nabi SAW hingga sekarang merupakan dalil yang tidak dapat dibantah kebenarannya. Oleh karena itu para ulama sepakat bahwa sholat tarawih itu disyariatkan. Rasulullah SAW bersabda :

عن أبى هريرة قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يرغب فى قيام رمضان من غير أن يأمرهم بعزيمة ويقول من قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه (متفق عليه)

“Dari Abu Hurairah menceritakan, bahwa Nabi SAW sangat menganjurkan qiyam ramadhan dengan tidak mewajibkannya. Kemudian Nabi SAW bersabda, “Siapa yang mendirikan sholat di malam Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan maka ia iampuni dosa-dosa yang telah lampau” (Muttafaq alaih, lafadz Imam Muslim dalam shahihnya: 6/40).

2.      Pemberlakuan Jamaah Shalat Tarawih
Pada awalnya sholat tarawih dilaksanakan Nabi Saw. dengan sebagian sahabt secara berjamaah di masjid Nabawi.Namun setelah  berjalan tiga malam, Nabi Saw. membiarkan para sahabat melakukan tarawih secara sendir-sendiri. Hingga dikemudian hari , ketika Umar bin Khattab menyaksikan adanya fenomena sholat tarawih yang terpencar-pencar dalam masjid Nabawi, terbersit dalam hati Umar untuk menyatukannya sehingga terbentuklah sholat tarawih berjamaah yang dipimpim Ubay bin Kaab. Kisah ini terekam dalam hadits muttafaq alaih riwayat A’isyah (al Lu’lu’ wal marjan :436).
Dari sini mayoritas ulama menetapkan bahwa sholat tarawih secara berjamaah hukumnya sunnah. (Lihat Syarh Muslim oleh Nawawi:6/39).

3.      Wanita Melaksanakan Tarawih
Pada dasarnya wanita lebih baik sholat di rumahnya, termasuk juga sholat tarawih. Namun jika tidak ke mesjid dia tidak berkesempatan atau tidak melaksanakannya maka kepergiannya ke mesjid untuk hal tersebut akan mempereoleh kebaikan yang sangat banyak. Pelaksanaannya tetap memperhatikan etika wanita ketika di luar rumah.

4.      Jumlah Rakaat Tarawih
Dalam Riwayat Bukhari tidak menyebutkan berapa rakaat Ubay bin Kaab melaksanakan tarawih. Demikian juga riwayat Aisyah – yang menjelaskan tentang tiga malam Nabi Saw. mendirikan tarawih bersama para sahabat -- tidak menyebutkan jumlah rakaatnya, sekalipun dalam riwayat Aisyah lainnya ditegaskan tidak adanya pembedaan oleh Nabi Saw. tentang jumlah rakaat sholat malam baik didalam maupun di luar ramadhan. Namun riwayat ini nampak pada konteks yang lebih umum yaitu sholat malam. Hal itu terlihat pada kecenderungan ulama dalam menempatkan riwayat ini pada bab sholat malam secara umum. Misalnya Imam Bukhari meletakkannya pada Bab Sholat Tahajud, Imam Malik pada bab Sholat Witir Nabi Saw. (Lihat Fathul Bari 4/250;  Muwattha’ dalam Tanwir Hawalaik:141).
Hal tersebut memunculkan perbedaan dalam jumlah rakaat Tarawih yang berkisar dari 11, 13, 21, 23, 36 bahkan 39 rakaat.
Akar persoalan ini sesungguhnya kembali pada  riwayat-riwayat sebagai berikut:
a.       Hadits Aisyah:
ما كان يزيد فى رمضان ولا فى غيره على إحدى عشرة

“Nabi tidak pernah melakukan sholat malam lebih dari 11 rakaat baik di bulan ramadhan maupun di luar ramadhan” (Al Fath: Ibid).

b.      Imam Malik dalam Muwattha’nya meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab menyuruh Ubay bin Kaab dan Tamim ad Dari untuk melaksanakan sholat tarawih 11 rakaat dengan rakaat-rakaat yang sangat panjang. Namun dalam raiwayat Yazid bin ar Rumman bahwa jumlah rakaat yang didirikan di masa Umar bin Khattab 23 rakaat (Al Muwattha’ dalam Tanwirul Hawalaik:138).
c.       Imam at Tirmidzi menyatakan bahwa Umar dan Ali serta sahabat lainnya menjalankan sholat tarawih sejumlah 20 rakaat (selain witir). Pendapat ini didukung oleh ats Tsauri,Ibnu Mubarak dan ay Syafi’ie (Lihat Fiqh Sunnah : 1/195).
d.      Bahkan di masa Umar bin Abdul Aziz kaum muslimin sholat tarawih hingga 36 rakaat ditambah wititr tiga rakaat. Hal ini dikomentari Imam Malik bahwa masalah ini sudah lama menurutnya (alFath: Ibid)
e.       Imam asy Syafi’I dari riwayat az Za’farani mengatakan bahwa ia sempat menyaksikan umat Islam melaksanaka sholat tarawih di Madinah dengan 39 raka’at, dan di Makkah 33 rakaat, dan menurutnya hal tersebut memang memiliki kelonggaran (al Fath: Ibid)
Dari riwayat diatas jelas akar persoalan dalam jumlah rakaat tarawih bukanlah persoalan jumlah melainkan kualitas rakaat yang hendak didirikan. Ibnu Hajar berpendapat, “Bahwa perbedaan yang terjadi dalam jumlah rakaat tarawih muncul dikarenakan panjang dan pendeknya rakaat yang didirikan. Jika dalam mendirikannya dengan rakaat-rakaat yang panjang maka berakibat pada sedikitnya jumlah rakaat dan demikian sebaliknya.”
Hal senada juga diungkapkan oleh Imam  asy Syafi’i, “Jika shalatnya panjang dan jumlah rakaatnya sedikit itu baik menurutku. Dan jika shalatnya pendek, jumlah rakaatnya banyak itu juga baik menurutku, sekalipun aku lebih senang pada yang pertama.” Selanjutnya beliau juga mengatakan bahwa orang yang menjalankan tarawih 8 rakaat dengan witir 3 rakaat dia telah mencontoh Nabi, sedangkan yang menjalankan tarawih dengan 23 mereka telah mencontoh Umar, generasi sahabat dan tabi’in.Bahkan menurut Imam Malik hal itu telah berjalan lebih dari ratusan tahun.
Hal yang sama juga diungkap oleh Imam Ahmad bahwa tidak ada pembatasan yang signifikan dalam jumlah rakaat tarawih melainkan tergantung panjang dan pendeknya rakaat yang didirikan (Lihat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 4/250 dst).
Imam az Zarqani mencoba menetralisir persoalan ini dengan menukil pendapat Ibnu Hibban bahwa tarawih pada mulanya 11 rakaat dengan rakaat yang sangat panjang, namun bergeser menjadi 20 rakaat (tanpa witir) setelah melihat adanya fenomena keberatan umat Islam dalam mendirikannya. Bahkan hingga bergeser menjadi 36 (tanpa witir) dengan alasan yang sama (Lihat Hasyiyah Fiqh Sunnah: 1/195).
Dengan demikian tidak ada alasan yang mendasar untuk saling berselisih karena persoalan jumlah rakaat sholat tarawih, apalagi menjadi sebab perpecahan umat yang bersatunya adalah sesuatu yang wajib. Jjika kita perhatikan dengan cermat maka yang menjadi konsensus dalam shalat tarawih adalah kualitas dalam menjalankannya dan bagaimana shalat tersebut benar-benar menjadi media komunikasi antara hamba dengan Rabb-nya lahir dan batin sehingga berimplikasi dalam kehidupan berupa ketenangan dan merasa selalu bersama-Nya dimana pun berada.

Cara Melaksanakan Sholat Tarawih
1.      Dalam hadits Bukhari riwayat Aisyah menjelaskan bahwa cara Nabi Saw. dalam menjalankan sholat malam adalah dengan melakukan tiga kali salam, masing-masing terdiri  dari 4 rakaat yang sangat panjang ditambah 4 rakaat yang panjang pula ditambah 3 rakaat sebagai penutup (Lihat Fathul Bari: Ibid).
2.      Bentuk lain yang mendapatkan penegasan secara qauli dan fi’li juga menunjukkan bahwa sholat malam dapat pula dilakukan dua rakaat0dua rakaat dan ditutup satu rakaat. Ibnu Umar menceritakan bahwa seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang cara  Rasulullah Saw. mendirikan sholat malam, beliau menjawab : “sholat malam didirikan dua rakaat-dua rakaat, jika ia khawatir akan tibanya waktu subuh maka hendaknya menutup dengan satu rakaat. (Muttafaq alaih al-Lu’lu wal Marjan: 432). Hal ini ditegaskan fi’liyah (perbuatan) Nabi Saw. dalam hadits Muslim dan Malik ra (Lihat Syarh shahih Muslim 6/46-47, Muwattha’dalam Tanwir: 143-144).
3.      Dari sini Ibnu Hajar menegaskan bahwa Nabi SAW terkadang melakukan witir/menutup sholatnya dengan satu rakaat dan terkadang menutupnya dengan tiga rakaat.
Demikianlah penjelasan seputar sholat tarawih dalam perspektif Islam semoga bermanfaat.


HAL-HAL DI BULAN RAMADHAN YANG KHUSUS BUAT MUSLIMAH

A.     Muqoddimah
Dalam Surah Al-Baqarah ayat 183, Allah Swt. memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan puasa dengan tujuan menggapai taqwa. Perintah ini adalah umum, artinya berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Tetapi dalam rincian pelaksanaan puasa, ada beberapa hal yang khusus untuk wanita, karena adanya perbedaan fithrah antara laki-laki dan perempuan.
Kami memandang perlu untuk memuat hal ini, karena sering menjadi permasalahan yang kadang-kadang membuat seorang Muslimah ragu dalam menentukan sikap. Mudah-mudahan panduan ini bermanfaat.

B.     Panduan Umum
1.    Wanita sebagaimana pria disyariatkan memanfaatkan bul;an suci ramadhan untuk banyak beribadah. Seperti memperbanyak membaca Al-Quran, dzikir, doa, sedekah dan lain-lain, karena pada bulan ini seluruh amalan akan dilipatgandakan pahalanya.
2.   Mengajarkan kepada anak-anak akan pentingnya bulan ramadhan bagi umat Islam, dan membiasakan mereka berpuasa secara bertahap (tadarruj), serta menerangkan hukum-hukum puasa yang bisa mereka cerna sesuai dengan tingkat kefahamam yang mereka miliki.
3.    Tidak menghabiskan waktu hanya di dapur, dengan membuat berbagai variasi makanan untuk berbuka. Memang diantara tugas wanita adalah menyiapkan makanan berbuka, tetapi jangan sampai hal itu menguras seluruh waktunya, karena ia juga dituntut untuk mengisi waktunya dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
4.     Melaksanakan sholat pada waktunya.

C.     Hukum Berpuasa Bagi Muslimah
Berdasarkan keumuman Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 183 serta hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, maka para ulama sepakat bahwa hukum puasa bagi muslimah adalah wajib,apabila memenuhi syarat-syaratnya, yaitu, berakal, baligh, mukim dan tidak ada hal-hal yang menghalangi puasa.

D.    Sholat Tarawih, I’tikaf dan Lailatul Qadar
Wanita diperbolehkan melaksanakan sholat tarawih di masjid jika aman dari fitnah. Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah kalian melarang wanita untuk mengunjungi masjid-masjid Allah” (HR.Bukhari). Perbuatan ini juga dilakukan oleh ulama salafus saleh.
Namun demikian wanita diharuskan untuk berhijab (memakai busana muslimah), tidak mengeraskan suaranya, tidak menampakkan perhiasan-perhiasannya, tidak memakai wangi-wangian, dan hendaknya keluar setelah mendapatkan izin dari suami atau orang tua.
“Shaf wanita berada dibelakang shaf pria, dan sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling” (HR. Muslim).
Tetapi jika ia ke mesjid hanya untuk sholat, tidak untuk yang lainnya seperti mendengarkan pengajian, mendengarkan bacaan al Quran yang dibacakan dengan indah, maka sholat dirumahnya adalah lebih afdhol.
Wanita juga boleh melakukan I’tikaf baik dimasjid rumahnya maupun di masjid yang lain bila tidak menimbulkan fitnah, tentunya setelah mendapat izin dari suami atau orangtuanya. Untuk wanita, sebaiknya melakukan I’tikaf di masjid yang menempel dengan rumahnya atau yang berdekatan dengan rumahnya serta terdapat fasilitas khusus buat wanita.
Wanita juga diperbolehkan untuk berlomba menggapai lailatul qadar sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sebagian isteri Rasululah (Lebih lanjut, lihat panduan I’tikaf dan lailatul  qadar.

E.     Haid dan Nifas
Wanita yang haid dan nifas tidak boleh berpuasa.
1.  Apabila haid atau nifas keluar meskipun sekejap sebelum maghrib, ia wajib membatalkan puasanya dan mengqodho’nya (menggantinya) pada waktu yan lain.
2.     Apabila ia suci pada siang hari, maka untuk hari itu ia tidak boleh berpuasa, sebab pada pagi harinya ia tidak dalam keadaan suci.
3.      Apabila ia suci pada malam hari , maka ia wajib berepuasa disiang harinya meskipun ia suci sesaat sebelum fajar dan baru sempat mandi setelah terbit fajar.

F.     Hamil dan Menyusui
1.       Jika wanita hamil itu takut akan keselamatan kandungannya, ia boleh berbuka. Apabila kekhawatiran ini terbukti dengan pemeriksaan secara medis dari dua dokter yang terpercaya, maka hukum berbuka bahkan menjadi wajib, demi keselamatan janin yang ada dalam kandungan.
2.      Apabila ibu hamil atau menyusui khawaatir akan kesehatan dirinya, bukan kesehatan anak atau janin, mayoritas ulama membolehkan ia untuk berbuka dan ia wajib untuk mengqodho’ puasanya. Dalam kondisi seperti ini, ia diqiyaskan seperti orang sakit.
3.      Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan janin atau anaknya, ia boleh berbuka. Setelah itu apakah ia wajib mengqodho’ atau membayar fidyah? Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini:
a.   Ibnu Umar dan Ibnu Abbas membolehkan hanya dengan membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ditinggalkan.
b.   Mayoritas ulama hanya mewajibkan mengqodho’ puasa.
c.   Sebagian yang lain mewajibkan kedua-duanya, puasa dan qodho.
d. Dr.Yusuf Qordhowi dalam Fatawa Mu’ashirahnya mengatakan bahwa ia cenderung kepada pendapat yang mengatakan cukup dengan membayar fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari), jika wanita yang bersangkutan tidak henti-hentinya hamil dan menyusui.Artinya tahun ini hamil, tahun berikutnya menyusui dan seterusnya, sehingga ia tidak mendapatkan kesehatan untuk mengqodho’ puasanya. Lanjut Dr. Yusuf Qordhowi, apabila kita membebani wanita tersebut dengan juga mengqodho’ puasa yang tertinggal, berarti ia harus berpuasa beberapa tahun berturut-turut setelah itu, dan itu sangat memberatkan , sedangkan Allah tidak menghendaki kesulitan bagi hamba-Nya.

G.       Wanita Yang Berusia Lanjut
Apabila puasa membuatnya sakit, maka dalam kondisi ini ia tidak boleh berpuasa. Secara umum, orang yang sudah berusia lanjut tidak bisa diharapkan untuk mengqodho’ puasanya pada tahun-tahun berikutnya,karena itu ia hanya wajib membayar fidyah.

H.   Wanita dan Tablet Pengentas Haid
Syeikh Ibnu Utsaimin, salah seorang ulama terkemuka Arab Saudi mengatakan bahwa penggunaan obat yang dapat menunda haid tidak dianjurkan. Bahkan bisa berakibat tidak baik bagi kesehatan wanita. Karena haid adalah hal yang telah ditakdirkan bagi wanita, dan kaum wanita pada masa Rasulullah tidak pernah membebani diri mereka dengan melakukan hal tersebut.
Namun apabila ada wanita yang melakukan hal ini, bagaimana hukumnya? Ada dua hal yang perlu menjadi perbincangan:
1.      Apabila darah benar-benar terhenti, maka puasanya sah dan tidak diwajibkan untuk mengulang puasa.
2.      Tetapi apabila ia ragu apakah darah tersebut benar-benar berhenti atau tidak, maka hukumnya seperti wanita haid, ia tidak boleh melakukan puasa. (Masail ash Shiyam Hal.63 dan Jami’ul ahkam an Nisa :2/393)

I.       Mencicipi Masakan
Wanita yang bekerja di dapur mungkin khawatir akan masakan yang diolahnya pada bulan puasa, karena ia tidak dapat merasakan apakah masakan tersebut keasinan, tawar atau yang lainnya. Bolehkah ia mencicipi masakan tersebut ? Para ulama memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi rasa masakannya, asal sekedarnya dan tidak sampai ke tenggorokan. Hal ini diqiyaskan dengan berkumur-kumur. (Jamiul ahkam an Nisa).

»»»»  monggo DIPIRSANI.....